Ini adalah minggu terakhir di bulan Agustus. Ini aku, sedang duduk sendiri di kamar kos sempit berukuran 3×3 meter. Oh iya, kamu belum kenal aku ya? Aku Jimmo. Nama lengkapku Jimmo Rizki Hasan. Familiar dengan namaku? Hehe,,ini kerjaan Bapakku. Beliau fans berat band The Doors. Yap, namaku terinspirasi dari nama vokalis band tersebut, Jim Morisson. Iseng? Hehe..iya ya. Kata orang-orang, Bapakku memang orang yang iseng. Nama anaknya saja dijadikan bahan pemuas hasrat isengnya. Beliau ingin nama anaknya bisa disingkat jadi Jim Morisson. Maka jadilah namaku seperti itu. Awalnya, Bapak keukeuh ga mau pake nama “Hasan”, karena katanya ga keren. Karena kalau disingkat malah jadi JimMo Rizki HaSan (baca: Jim Morrisan). Tapi apa boleh buat, Kakekku kurang sreg kalau nama belakang cucunya diberi nama Ongen. Hahaha..aku bisa bayangin gimana geramnya Kakekku dulu.
Hmm..Iya, kamu ga salah liat, aku tulis “katanya”. Aku hanya tahu sosok Bapakku dari “katanya”. Bapak meninggal ketika aku masih kecil. Beliau meninggal di jalan..waktu itu sedang hujan, Bapak mencoba menyelamatkan seorang pemuda yang berjalan sempoyongan di jalan raya. Bapak menarik pemuda tersebut untuk menghindari motor yang melaju kencang. Namun, mungkin karena hujan atau memang sudah takdir, Bapak kehilangan keseimbangan lalu jatuh ke Jalan. Naas, ada mobil yang melaju kencang. Bapak tertabrak. Beliau tidak sempat dibawa ke rumah sakit untuk diselamatkan. Belakangan diketahui, pemuda tersebut dalam keadaan mabuk. Miris, memang..Bapakku meninggal ketika ingin menyelamatkan seorang pemabuk. Mengingatnya, terkadang membuat dadaku sesak. Namun apa daya, inilah hidup. Berjalan ke arah yang belum tentu kita inginkan. Kata orang, mungkin ini adalah jalan terbaik. Yap, bisa jadi..pemuda yang Bapak selamatkan, sekarang menjadi seorang ustdaz dan menjadi aktivis anti miras. Tinggal aku aja yang belum bisa merasakan kalau ini adalah “jalan terbaik”. Maka, sejak saat itu aku dirawat dan dibesarkan oleh kakekku. Ibu? Ibuku meninggal ketika berjuang melahirkan ku ke dunia. She’s the real hero! Thanks, Mom..love you.
Hei kamu, masih di situ? Maaf ya, aku jadi ngelantur ngomongin masa lalu. Yuk, kita mulai. Tadi kan aku janji ngajak kamu untuk bantuin aku membuat makalah. Tema makalah nya adalah fenomena di sekitar kita. Iya, bebas. Boleh membahas apa saja. Hmm..apa ya? Kamu ada ide? Gimana aku aja? Ok, aku yang pilih yaa. Aku sih tertarik membahas soal orang gila. Orang yang beneran gila yaa..bukan yang gila harta atau gila jabatan. Ini orang gila. Orang yang katanya tidak waras dan tidak normal. Aku tertarik dengan mereka. Menurutku, istilah tidak waras atau gila itu tidak tepat. Mengapa? Karena kita menyebut seperti itu dengan standar kita. Kita tidak pernah tahu kan apa yang terjadi di dalam pikirannya. Apa yang dia pikirkan. Bagaimana cara kerja otaknya. Dan masih banyak hal lain lagi. Mengapa aku berpikiran seperti itu, karena ada kutipan dari seorang terkenal yang pernah aku baca “YOU NEVER KNOW SOMEONE UNTIL YOU WALK IN THEIR SHOES”. Yap, menjadi tidak relevan karena yang menentukan standard “orang gila” adalah orang yang bukan “gila”. Kecuali, kalau yang menentukan standar ini adalah dia yang tadinya “orang gila” lalu sembuh, dan menceritakan apa yang sebenernya terjadi ketika dia masih “gila”. Tapi, bukan ini kan skenario nya??
Gimana? Kamu setuju, gak?
“Jimmoo..Jimmo..buka pintunyaa. Ini Mas mau kasih buku baru..”
Eh, sorry, aku buka pintu dulu yaa. Itu Mas Adi pasti. Oh iya, kamu belum kenal Mas Adi ya? Dia itu pemuda mabuk yang coba diselamatkan Bapakku. Tak ada yang pernah tahu akhirnya harus begini yaa. Beliau lah yang membesarkan ku selepas kepergian Kakeku.
“Iya, Mas..tunggu sebentar, Jimmo buka pintunya”
“padahal ga dikunci kok, Mas” Ujarku sambil membuka pintu untuknya.
“ini, buku baru untukmu. Mas dapat dari teman. Tema nya science fiction. Kesukaan kamu banget.” Kata Mas Adi ramah seraya memberikan buku tersebut. Judulnya “Babel-17”
“wah,,makasih banyak, Mas. Nanti kalau aku udah selesai baca, aku ceritain ke Mas Adi yaa..hehehe” balasku.
“Ok deh, Jimmo..selamat membaca”
Aku pun menutup pintu kamar saat samar-samar aku dengar “gimana dokter Adi? Apa sudah ada kemajuan dari Jimmo? Apa terapi ini bisa berhasil?”
—
Nah, gimana? Kamu mau baca novel ini dulu atau kita lanjut ngerjain tugasnya? Oh..ok then kalau kamu mau kita baca novel ini dulu..
-TAMAT-